PERSEKUSI DARI SUDUT PANDANG REMAJA NUSA TENGGARA TIMUR
Apa itu persekusi?
Pernahkah kalian mendengar kata tersebut? Jika tidak maka saya akan membahas
tentang pengertian persekusi dulu, persekusi adalah salah satu jenis kejahatan
kemanusiaan yang saat ini sedang marak diperkicaukan di Indonesia, tanpa disadari
bahwa hal itu telah kita abaikan. Dikutip dari Wikipedia, Persekusi adalah
salah satu jenis kejahatan kemanusiaan yang didefinisikan di dalam Statuta Roma
Mahkamah Pidana Internasional. Timbulnya penderitaan, pelecehan, penahanan,
ketakutan, dan berbagai faktor lain dapat menjadi indikator munculnya
persekusi, tetapi hanya penderitaan yang cukup berat yang dapat dikelompokkan
sebagai persekusi. Sedangkan dalam KBBI, persekusi adalah pemburuan
sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga dan disakiti, dipersusah
atau ditumpas. Adapun memersekusi (kata kerja persekusi) adalah menyiksa,
menganiaya tanpa memikirkan lagi keadilan atau kemanusiaan, mereka (lawan
politiknya) bagai iblis. Pertanyaan saya :
“Bukankah pihak
yang berwenang atau Polisi telah disediakan Negara?”
“Mengapa perlu
adanya persekusi oleh masyarakat yang seolah sekarang telah mejadi budaya?”
“Apakah persekusi
dimasa sekarang ini bukan lagi suatu kejahatan kemanusiaan?”
Masyarakat telah
menjadi sangat bebas dalam bertindak, rasa kemanusiaan sudah semakin menipis.
Indonesia adalah Negara yang berkemanusiaan, adil dan beradab. Budaya buruk
yang mengesampingkan kemanusiaan ini telah berkembang sangat pesat layaknya
fashion style untuk para new generation. Dengan mudahnya mereka berkata
demikian, tidak sadar bahwa hal tersebut sudah menjadi salah satu kejahatan
kemanusiaan atau persekusi. Tindakan yang tidak berkemanusiaan ini juga sering
kita temui dalam dunia pendidikan atau perkuliahan bahkan sosial media. Sosial
media yang seharusnya menjadi jembatan penghubung yang positif bagi para
penggunanya, malah menjadi hal yang dapat berdampak negatif. Sering kita lihat
komentar yang terkadang bisa memicu permasalahan terjadi. Saat ini bahkan
pemerintah harus membuat UU yang mengatur tentang sosial media, what is wrong?.
Persekusi yang dilakukan oleh senior terhadap junior juga sudah sering kita
temui. Dalam dunia pendidikan khususnya dalam lingkungan pendidikan yang
memiliki asrama. Dimana masih ada yang namanya budaya senioritas yang tinggi,
kemanusiaan dipandang sebelah mata dan dijunjung budaya senioritas yang bahkan bisa
memakan korban jiwa. Sejenak kita bertanya, apakah ini Indonesia? – pernah juga
diberitakan bahwa seorang remaja 15 tahun menjadi korban persekusi oleh sebuah
ormas dan harus menerima beberapa intimidasi dan pukulan serta membuat sebuah
surat pernyataan permohonan maaf yang telah ditandatangani di atas materai. Seperti
yang kita lihat bahwa terkadang bukan cuma fisik tetapi psikis juga menjadi
sasaran kejahatan kemanusiaan atau persekusi. Seperti yang dirasakan oleh
remaja tadi. Tidak hanya fisik yang diserang, namun psikisnya juga terbebani.
Ia harus menanggung malu dan trauma mungkin karena perlakuan dari ormas
tersebut. Watch it!
Adapun pernyataan
yang dikemukakan oleh Koalisi Anti Persekusi dari Safenet, Damar Juniarto.
“persekusi berbeda
arti dengan main hakim sendiri, dalam makna yang sebenarnya persekusi itu
adalah tindakan memburu seseorang atau golongan tertentu yang dilakukan suatu
pihak secara sewenang-wenang dan sistematis juga luas”
Hal ini
dikemukakan olehnya Dalam konferensi pres bersama YLBHI serta Koalisi Anti
persekusi, dikantor YLBHI, Jakarta, Kamis (1/6/2017) – JAKARTA, NETRALNEWS.COM.
kata sewenang-wenang yang dikemukakan oleh Damar menunjukan bahwa sebenarnya
ada pihak lain yang berwenang dalam memproses masalah yang mungkin terjadi.
Namun dari pihak yang mungkin merasa bahwa mereka juga harus turun langsung dan
menangani masalah tersebut yang sebenarnya bukanlah hak mereka. Itulah hal yang
menjadi tindak persekusi yang kita bahas ini. Sekarang mari kita berpikir
sejenak, bagaimana jika anak kita yang menjadi korban dari persekusi atau ibu
kita? Berpikirlah bahwa kejahatan yang satu ini bisa sangat berdampak besar
terhadap kehidupan seseorang. Ironisnya kejadian seperti kadang malah dianggap
hal yang sepele.
Namun menurut
saya, tindakan yang satu ini dapat ditanggulangi dengan penanaman mental-
mental UUD serta pancasila yang merupakan pelajaran dasar dan penting bagi mental
dan pola pikir anak-anak. Anak-anak yang merupakan penerus bangsa harus diberi
pengertian tentang kejahatan kemanusiaan yang sangat tidak terpuji ini. Mengapa
demikian, karena yang saya rasakan sendiri bahwa kata “persekusi” sendiri sangat jarang didengar oleh telinga kami para
remaja. Apalagi anak kecil yang seharusnya telah diberi pengertian tentang
kejahatan yang satu ini. Indonesia adalah Negara kesatuan dengan beragam suku,
agama, pola hidup, dan sebagainya. Namun hal tersebut yang memerdekakan kita.
Kita tidak boleh diam saja saat melihat kejahatan kemanusiaan ini terjadi. Kita
harus berani menghentikannya. Pemikiran remaja yang ogah-ogahan harus dirubah.
Kita harus menjunjung kembali rasa kepedulian dan menghargai satu sama lain.
Penting dalam memupuk rasa persaudaraan sejak dini, demi kepentingan bersama
dalam masa mendatang. Kita tidak hidup didunia kita yang hakikatnya tidak ada
kepemilikan. Namun kita hidup bersosialisasi, senambung harus saling mendukung.
Masyarakat Indonesia dimasa mendatang harus berani dalam menyuarakan kebenaran.
Diam bukanlah pilihan tepat bagi kita, diam tidak selamanya emas. Terkadang
kita perlu untuk diam, tapi bukan berarti diam dan tidak berpikir. Kita
berpikir dan jika merasa perlu ditindaki, mengapa tidak? Ingat diam bukan
pilihan, karena kita memiliki Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
Keep up the good work, and work better for the conclusion please
BalasHapus